Banyumas, 12 April 2025 – Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan dan ekonomi global, tetapi juga secara langsung mengancam masa depan anak-anak, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Laporan terbaru dari UNICEF dan WHO menyebutkan bahwa anak-anak merupakan kelompok paling rentan terhadap berbagai krisis akibat perubahan iklim.
Pakar kesehatan anak, Dr. Sinta Paramita, menyebutkan bahwa peningkatan suhu global, polusi udara, serta bencana alam berdampak langsung pada kesehatan fisik dan mental anak-anak. “Kami mencatat lonjakan kasus penyakit pernapasan, diare, dan demam berdarah di wilayah yang terdampak perubahan iklim ekstrem,” ujarnya.
Selain masalah kesehatan, bencana iklim seperti banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan juga menyebabkan anak-anak kehilangan tempat tinggal, akses terhadap air bersih, dan fasilitas pendidikan. Di beberapa daerah terdampak banjir di Pulau Jawa, puluhan sekolah rusak parah dan ribuan siswa terpaksa belajar di pengungsian.
“Anak-anak adalah korban diam dari krisis iklim ini. Mereka kehilangan rumah, sekolah, dan masa depan yang seharusnya aman,” kata Rani Nurhaliza, aktivis perlindungan anak dari LSM Lingkungan Anak Nusantara.
Dampak psikologis juga menjadi perhatian serius. Anak-anak yang mengalami bencana berulang kali menunjukkan gejala trauma, stres, dan kecemasan terhadap masa depan. Sebuah survei pada 2024 menunjukkan bahwa 6 dari 10 anak di Indonesia merasa cemas tentang perubahan iklim dan dampaknya pada hidup mereka.
Untuk itu, para ahli dan aktivis menuntut agar kebijakan penanggulangan perubahan iklim juga memprioritaskan perlindungan terhadap anak-anak. Mulai dari penyediaan layanan kesehatan darurat, edukasi iklim sejak dini, hingga perlindungan hukum bagi anak-anak korban bencana.
“Jika kita tidak bertindak sekarang, maka generasi anak-anak hari ini akan mewarisi krisis yang jauh lebih besar dari yang kita hadapi,” ujar Rani menutup wawancara.
Posting Komentar