-->
74HssqAmpAieSQYdpeY0UHJ3eJx0ro2Bjc2BCzNj
Bookmark


 

Pemerintah Gagal Jadikan Jateng Lumbung Pangan, Tanpa Dukungan Dana Alokasi Khusus


SEMARANG - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI)  Jateng, D.r Abdul Kholik, S.H., M.Si menyatakan bahwa tren lima tahun terakhir kondisi ketahanan pangan di Jateng terus mengalami penurunan yang cukup serius, baik dari sisi produksi maupun luas lahan pertanian. 

''Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, karena lahan pertanian berkurang sekitar  62 ribu hektar. Itu artinya hampir sama dengan jumlah produksi gabah selama lima tahun berkurang sekitar 1 juta ton. Ini sebenarnya menunjukkan lumbung pangan di Jateng sangat rapuh,'' tegas Abdul Kholik pada FGD Evaluasi Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah dan Proyeksi Tahun 2025 di Kantor DPD RI, Jalan Imam Bonjol Semarang, Rabu (13/11).

FGD yang diinisiasi Senator Jateng Abdul Kholik ini menghadirkan Narasumber Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng, Himawan Wahyu Pamungkas, dan Wakil Kepala Wilayah Bulog Jateng Fadillah Rachmawati, dan para mitra terkait maupun stakeholder DPD RI.   

Abdul Kholik meminta pemerintah pusat meninjau ulang kebijakan menjadikan Jateng lumbung pangan, karena faktanya ketahanan pangan terus menurun. Tetapi, lanjut dia, kalau pemerintah konsisten Jateng harus didukung secara penuh oleh pemerintah pusat agar menjadi lumbung pangan.

''Kalau tidak didukung secara penuh, baik itu kesejahteraan petaninya dan sebagainya harus diperhatikan pemerintah, tetapi kalau cuman dijadikan slogan lebih baik Jateng jangan dijadikan lumbung pangan,'' katanya.

Senator asal Cilacap ini juga meminta kepada pemerintah pusat lebih serius lagi, kalau memang Jateng dijadikan lumbung pangan, maka pemerintah harus bertanggung jawab. Karena selama ini faktanya pemerintah hanya memberi lebel kepada Jateng sebagai lumbung pangan. 

''Pemerintah Pusat harus serius dan wajib memberikan alokasi khusus pendanaan untuk ketahanan lumbung pangan di Jateng,'' katanya.


*Alih Fungsi Lahan*

Himawan Wahyu Pamungkas, menyampaikan bahwa konsumsi beras untuk Jawa Tengah tahun 2024 sekitar 1,1 juta ton. Perlu peningkatan produksi beras untuk menuju ketahanan pangan.

Dia menyebutkan, penyebab kekurangan target dari surplus beras di Jawa Tengah karena adanya beberapa faktor. Pertama karena alih fungsi lahan. Tahun 2024 terjadi pengurangan lahan seluas 62,192 Ha di Jawa tengah. Dari luas baku sawah 1.049.661 Ha (data 2019) menjadi 987.648 Ha (data tahun 2024).

Kedua perubahan iklim, perubahan suhu dan pola cuaca berpengaruh kualitas air dan kuantitas nya menurun. Dan ketiga adanya gejolak harga pangan. Upaya pencegahan dan mengatasi kekurangan target surplus beras yaitu dengan intervensi pemberian bantuan pupuk organik dan peningkatan provitas, rehabilitasi lahan dan peningkatan luas baku sawah.

Himawan juga menyampaikan terkait alih fungsi lahan persawahan di wilayah Jawa Tengah yang semakin masif. Dalam lima tahun terakhir ini lahan sawah seluas 62 ribu hektare di Jawa Tengah hilang dan berubah menjadi perumahan, kawasan industri hingga objek wisata.

Menurutnya, data tersebut dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ATR/BPN yang menyebutkan, pada tahun 2019 sampai 2024, luas lahan persawahan di Jateng berkurang hingga 62.193 hektare.

Himawan menyebut, terjadi pengurangan luas baku sawah dari 1.049.661 hektare tahun 2019 menjadi 987.648 hektare tahun 2024 (terjadi pengurangan seluas 62.193 hektare).

Dia menjelaskan jika alih fungsi lahan tertinggi ada di Kabupaten Grobogan. Diketahui, dalam lima tahun terakhir, lahan sawah seluas 8.387 hektare di Grobogan telah beralih fungsi.

Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, luas lahan persawahan di Grobogan pada 2019 mencapai 90.776 hektare. Namun pada 2024, sawah tersebut beralih fungsi hingga akhirnya menjadi 82.389 hektare.

“Bahwa alih fungsi lahan pertanian merupakan perubahan lahan dari pertanian menjadi fungsi lain, seperti perumahan, kawasan wisata, atau lainnya. Alih fungsi lahan pertanian bisa berdampak pada lingkungan dan potensi lahan itu sendiri,” katanya.

Ditambahkan, faktor penyebab alih fungsi lahan pertanian adalah peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan jumlah industri di Jateng yang mengurangi luas lahan dan menurunkan produksi hasil pertanian.

Sementara Wakil Kepala Bulog Kanwil Jateng, Fadillah Rachmawati, menyatakan menjaga ketahanan pangan dengan tiga pilar ketahanan pangan, yaitu ketersedian, keterjangkauan dan stabilitas. Diketahui, untuk stok beras di Jawa Tengah hingga akhir tahun 2024 sejumlah 267.985 ton, cukup aman hingga sebelum panen padi tahun 2025. Hanya saja separuh lebih yaitu kisaran 136.000 ton merupakan cadangan dari impor. Jadi yang sesungguhnya cadangan hanya kisaran 131.000 ton. (AM)

0

Post a Comment